Bertawassul Dengan Al Quran, Malaikat, Para Nabi, dan Juga Para Sahabat
APAKAH BOLEH BERDOA DENGAN HADITS DHA’IF PADA SAAT BERSUJUD?
Pertanyaan
Saya ingin mengetahui apakah hadits dan doa berikut ini shahih atau tidak ?, dan jika keduanya shahih, apakah saya bisa membaca doa tersebut pada saat sujud atau tasyahhud ?, dan jika keduanya tidak shahih, apakah mengucapkan doa ini di dalam tasyahhud atau sujud termasuk bid’ah ?, hadits tersebut adalah dari Abu Umamah –radhiyallallahu ‘anhu- berkata:
دَعا رسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم بِدُعَاءٍ كَثيرٍ ، لم نَحْفَظْ مِنْهُ شَيْئاً ، قُلْنا يا رَسُولَ اللَّهِ دعوت بِدُعاءٍ كَثِيرٍ لم نَحْفَظ منْهُ شَيْئاً ، فقَالَ : أَلا أَدُلُّكُم على ما يَجْمَعُ ذَلكَ كُلَّهُ ؟ تَقُولُ : اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُك مِن خَيرِ ما سأَلَكَ مِنْهُ نبيُّكَ مُحَمَّدٌ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ، وأَعُوذُ بِكَ من شَرِّ ما اسْتَعاذَ مِنْهُ نَبيُّكَ مُحمَّدٌ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ، وَأَنْتَ المُسْتَعَانُ ، وعليْكَ البلاغُ ، ولا حَوْلَ ولا قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ رواهُ الترمذيُّ .
“Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah berdoa dengan banyak doa, kami tidak hafal sedikitpun, kami berkata: “Wahai Rasulullah, anda berdoa dengan banyak doa dan kami tidak mampu menghafalnya”, beliau bersabda: “Tidakkah kalian mau aku tunjukkan yang akan bisa menggabungkan semuanya ?, ucapkan: “Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu dari kebaikan yang telah diminta kepada-Mu oleh Nabi-Mu Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, dan aku berlindung dari keburukan yang Nabi-Mu Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam- (berlindung kepada-Mu), dan Engkau tempat meminta pertolongan, dan menjadi hak-Mu untuk menyampaikan, dan tiada daya dan upaya kecuali karena Allah”. [HR. Tirmidzi]
Jawaban
Alhamdulillah.
Hadits ini telah diriwayatkan oleh Tirmidzi (3521) dari riwayat Laits bin Abi Sulaim, Al Hafidz Ibnu Hajar –rahimahullah- berkata di dalam Taqrib adz Tahdzib (2/464): “Jujur, sangat rancu dan haditsnya tidak bisa dibedakan, maka ditinggalkan. Hadits tersebut dinyatakan dha’if oleh Albani –rahimahullah- di dalam “Dha’if at Tirmidzi” dan yang lainnya”.
Bahwa doa yang telah disebutkan dalam hadits di atas telah ditetapkan pada hadits lainnya dengan lebih panjang dari yang ada di sini, dari Aisyah –radhiyallahu ‘anha- bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah mengajarkan doa ini:
اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ، مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ، عَاجِلِهِ وَآَجِلِهِ مَا عَلِمْتُ مِنْهُ، وَمَا لَمْ أَعْلَمْ، اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا سَأَلَكَ عَبْدُكَ وَنَبِيُّكَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا عَاذَ مِنْهُ عَبْدُكَ وَنَبِيُّكَ، اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ ، وَأَسْأَلُكَ أَنْ تَجْعَلَ كُلَّ قَضَاءٍ تَقْضِيهِ لِي خَيْرًا
والحديث رواه أحمد في مسنده (24498) وابن ماجة (3846) وصححه الألباني في ” صحيح الجامع ” 1276
“Ya Allah, sungguh aku minta kepada-Mu semua kebaikan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, pada apa yang telah saya ketahui dan apa yang belum saya ketahui, dan aku berlindung kepada-Mu dari semua keburukan baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka panjang pada semua pada apa yang telah saya ketahui dan yang belum saya ketahui. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dari kebaikan yang telah dipinta oleh hamba dan Nabi-Mu Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, dan aku berlindung kepada-Mu dari apa yang hamba dan Nabi-Mu telah berlindung kepada-Mu darinya. Ya Allah sungguh aku memohon kepada-Mu surga dan semua ucapan dan perbuatan yang mendekatkan kepadanya dan aku berlindung kepada-Mu dari neraka dan semua ucapan dan perbuatan yang mendekatkan kepadanya, dan aku memohon kepada-Mu agar semua takdir yang telah Engkau putuskan untukku adalah baik”. [HR. Ahmad di dalam Musnadnya (24498) dan Ibnu Majah (3846) dan telah ditashih oleh Albani di dalam Shahih al Jami’ (1276)]
Bahwa doa itu selama baik dan sesuai, mengandung makna yang benar, maka boleh berdoa dengannya, meskipun diriwayatkan di dalam hadits yang dha’if, bahkan meskipun tidak ada riwayatnya di dalam hadits atau atsar sekalipun, bagi seorang hamba hendaknya memilih doa di dalam shalatnya dengan kebaikan dunia dan akhirat yang ia kagumi dan lebih sesuai dengan keadaanya, disertai dengan perhatian kepada doa yang ada riwayatnya dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- lebih utama dan lebih berkah, hanya saja hal itu bukanlah sebuah syarat.
Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
(ثُمَّ يَتَخَيَّرُ مِنْ الدُّعَاءِ أَعْجَبَهُ إِلَيْهِ فَيَدْعُو رواه البخاري (835) ومسلم (402
“Kemudian memilih doa yang ia kagumi seraya berdoa dengannya”. [HR. Bukhori: 835 dan Muslim: 402]
Sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang lain:
وَأَمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ رواه مسلم 479
“Dan adapun sujud, maka berusahalah untuk berdoa maka lebih layak untuk diterima”. [HR. Muslim: 479]
Wallahu A’lam
Disalin dari islamqa
HUKUM BERDOA DENGAN REDAKSI YANG ADA PADA HADITS DHA’IF
Pertanyaan
Jika ada redaksi doa tertera pada hadits dha’if atau maudhu’ (palsu) yang tidak mengandung larangan syar’i, maka apakah boleh berdoa dengannya untuk memanfaatkan redaksi hadits tersebut bukan dalam rangka beribadah ?
Jawaban
Alhamdulillah.
Doa itu ada dua macam:
Pertama : Doa yang terikat dengan waktu, tempat, ibadah, jumlah dan keutamaan, seperti; doa istiftah shalat, doa masuk kamar mandi, doa-doa yang dibaca sebelum tidur, doa masuk masjid, dan lain sebagainya.
Doa semacam ini tidak boleh menggunakan redaksi baru dari doa lain kecuali yang sudah tertera di dalam syari’at, demikian juga disyaratkan adanya keikhlasan karena Allah –‘Azza wa Jalla- agar bisa diterima, demikian juga disyaratkan adanya mutaba’ah (mengikuti) Rasul yang mulia –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Syeikh Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- berkata:
“Adapun menggunakan wirid yang tidak syar’i, mensunnahkan dzikir yang tidak syar’i, maka hal ini termasuk yang dilarang, bersamaan dengan hal itu di dalam doa-doa dan dzikir yang syar’i diminta dengan yang shahih dan dengan tujuan yang tinggi, dan tidaklah bisa diganti dengan dzikir baru yang bid’ah kecuali orang yang bodoh, berlebihan dan melampaui batas”. [Majmu’ Al Fatawa: 22/511]
Al ‘Allamah Al Ma’lami –rahimahullah- berkata:
“Alangkah ruginya bagi orang yang meninggalkan doa-doa yang telah ditetapkan riwayatnya di dalam kitabullah -‘Azza wa Jalla- atau di dalam sunnah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- hampir tidak berdoa dengannya, lalu ia beranjak kepada yang lainnya dan ia pun menjaga dan merutinkannya, bukankah ini termasuk kezhaliman dan permusuhan”. (Al ‘Ibadah: 524)
Yang sebaiknya adalah berkomitmen dengan apa yang dibawa oleh Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dari hadits-hadits yang shahih dan dari doa-doa yang dipanjatkan pada waktu dan keadaan yang berbeda-beda.
Oleh karenanya para ulama memperhatikan doa-doa yang ma’tsur agar (beredar) di tengah-tengah masyarakat, maka mereka mencukupkan diri dengannya dari pada doa-doa bid’ah yang tidak ada riwayatnya.
Imam Thabrani –rahimahullah- berkata di dalam muqaddimah kitabnya Ad Dua’ (22):
“Buku ini aku susun yang mengumpulkan doa-doa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang mendorong saya untuk melakukan hal ini bahwa saya telah melihat banyak orang yang telah berpegang pada doa-doa yang bersajak, dan doa-doa yang dibuat sesuai dengan bilangan hari oleh para jurutulis, tidak diriwayatkan dari Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, tidak juga dari salah satu dari para sahabat beliau, tidak juga dari salah satu dari para tabi’in, disertai dengan riwayat dari Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa beliau tidak menyukai sajak dalam berdoa dan berlebih-lebihan dalam hal tersebut, maka saya menyusun buku ini dengan sanad yang ada riwayatnya dari Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-“.
Adapun bagian kedua adalah doa umum yang orang berdoa dalam keadaan atau waktu yang tidak ada riwayat doa tertentu di dalam syari’at, eperti doa pada sepertiga malam terakhir dan yang lainnya.
Hal ini tidak ada doa tertentu dan terikat dari syari’at, akan tetapi diserahkan kepada setiap orang yang berdoa meminta kepada Allah Ta’ala kebutuhannya, dalam kondisi seperti ini tidak masalah menggunakan doa-doa dari orang-orang sholeh, atau redaksi doa yang tertera pada sebagian hadits dha’if, karena bisa jadi mengandung jawami’ al kalim (redaksi singkat bermakna dalam), memuji Allah dengan baik, baik dalam memohon yang mendekatkan dengan hati seorang muslim, dengan syarat redaksinya tidak menjadikan orang menjauh, dan tidak meyakini mengandung keutamaan tertentu, dan tidak perlu membiasakan diri selalu membacanya, jika ia kadang-kadang berdoa dengan redaksi tersebut maka tidak masalah; karena dengan membacanya terus menerus akan menjadikannya seperti sunnah.
Disalin dari islamqa
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/22764-apakah-boleh-berdoa-dengan-hadits-dhaif-pada-saat-bersujud.html